-peron-

hentak laju kereta,
menjelma mengisi nada,
menyisir ruang antara genta,
menghirup halus rasuki dada.

berjalan, sahabat dalam warta
menari bersama tabur bintang
usai setiap jengkal cerita,
senandung nada nyala pelita.

bukan sebongkah waktu.

pergi untuk berpulang,
pada yang baru.
seperti angin petang,
mengejar hamba peluru.

-petualang senja-

ketika bukan satu, mungkin setengah
ketika bukan setengah, mungkin kosong
ketika bukan kosong, selalu terjawab semua.

lalu di mana garis senja, antar lingkar lengan,
dalam senyum tawa,
sejalan hembus angan.

lalu di mana jingga?
asap dalam jiwa, jawabku:
“beberapa mawar dalam
tanda catatan itu,
petualang!”

-seva-

datanglah engkau selayak embun bagi sepasang daun
datanglah engkau sebatang kayu demi seorang anak
datanglah engkau setangguh gunung bersemayam kalbu

cairkan mimpi dalam sebuah bejana
hisap dalam setiap detak langkahnya

namun keabadian di dalam diri
kesadaran akan kehidupan abadi,
bahwa kemarin hanyalah kenangan
hari ini dan esok adalah harapan.

-rantai larut lelaki-

 

 

ketika untai waktu dilibas sesat
pada ronta pedati lahir sesat
topeng adalah warna warta
tapi bersandar selaksa nista.

tentang hidup waktu tunjuk
dalam angin awan mengalir
antara awan bersujud merajut saujana larut
awan dan tanda surgawi adalah mimpi.

bergeming tak sesakkan hati
bertabur bintang ia menari
kukus kemukus mencari jejak
ranting jingga ditepis retak
bingkai kejora berbalut respati.

sungguh bahagia lelaki itu
melihat perempuan ini mampu
berjalan tegak menata hari
semesta ditabuhnya gemuruh.

dalam pernik hujan pagi
lelaki ini berkata
“bukan tempat sama lelaki
ini dan itu tak serupa
lelaki ini adalah satu
semesta ciptakan bukan sepuluh!”

belenggu pagi ajarkan lelaki ini
kembali berjalan memeluk rantai
berjubah jingga lelaki ini
memungut dan memilah selaksa topeng lelaki.

-peluru pagi-

 

 
lenggang tertutup awan seroja
pendar surgawi di atap pelangi
rinai kehidupan berjalan pelan
menuntun letih membakar mimpi.

sesak pagi, berhentilah duka
genggam harmoni, gejolak bebas.

beranjak dengan tanya
inikah pesan cahaya?

benalu bergumul dengan peluh
cerita pagi ini seperti peluru
hentak, kucari dinding berlari
kancing takdir, terus menghimpit.

-dongeng tentang tulip-

 

Tentang tulip serupa surga

Hamparan sejati mengisi angan

Tak hilang menjelma rongga

Mengisi dan erat meraih diwan.

 

Bening, anggun, cantik

Sang waktu pelan merajut

Deru ombak sejenak rintik

Jejak mentari mengusir kabut.

 

Semusim helai kembang

Terbit dalam selaksa warna

Lelap pasti tertunda hilang

Hadir binar dalam pesona.

 

 

 

-dongeng lelaki tentang tuhan-

-Dongeng Lelaki Tentang Tuhan-

bukan waktu dipelukan
sirna adalah pasti
ketakutan adalah kewajiban
sekedar warta gadaikan hati.

mari berdiri sederajat
warna insan terapkan nama
satu ujung berpangkal berat
berbagi lembar kain sama.

tuhan,
bukan janji tentang surga
bukan mimpi dalam peran
bukan gemerlap bahagia juga.

tuhan,
ketika jawaban datang
bukan kembali aku heran
jalan menuju tenang bukan rintang.

selamat berjuang, tuhan!!

-1 nyawa= 30.000 rupiah-

hentak kaki ribuan wanita

berbaris barpayung derita

sesak berhimpit gang sempit

lirih anaknya meringis sakit.

 

mereka berharap nafkah

terselip harap hilang musibah

bawa pulang warna cerah

bingkai pagi lewati pasrah.

-figure of yellow sublime-

just another mountain, stumbling feet.
it’s being hard sheet.
slowly but sure shadowing grip,
next on top of hell trip.does starlight give a sign,
when the flower fragnant.
they need no arraign,
keep away from those aberrant.

build up again the time
that never come for lime.
sit on last tequila, again and again.
waiting for the dawn eternal flame.
watch those eyes of red wind.
get the light figure of yellow sublime.

-ritus rasa sirna-

bukan kabar jalan tercipta
keabadian rasa terangi gulita.
jauh ucap tentang warta
jejak langkah tetap permata.

 

embun selalu berkawan pagi
pun begitu dengan raga
selalu berpeluk sebut hadir.
takkah juga dengan jiwa?
hadirnya ada dalam kudus
terbungkus nuansa selaksa ritus.