Oh,….
Hyang Jagad Dewa Bathara.
Bumi bergetar, langit sontak binar
Lelaki dan sebatang kail, samadi.
Sibuk air gemericik,
Awan suci bergerak pelan.
– Baruna, tambaklah!
Duri-duri dalam daging berenanglah.
Mendekat.
Angin dalam-dalam merayap
Penjaga surga turun bersayap
Kain-kain lenyap
Di ujung dahan hinggap.
Alangkah elok warna saloka
Lelaki Tarub berjalan mengendap
Ramai canda tak hirau mara
Surga mengintip derap.
+ Takkah kita rupa cantik?
Demi tujuh bidadari
Mereka tanda cahaya murni.
Eka bestari sap warna kumawani
Pergilah kau tak berbanding cantik.
Dalam rontal tanpa tanding
Jalan nasib jalan hening.
– Oh, irama alam.
Mata ini atau batin berbicara?
Kail tanda hidupku, bergeraklah!
Dan waktu terhenti kekangnya
Lambat penuh cerita bergerak.
Hutan-hutan lirik lelaki
Bersama kail diangkat kain.
Mereka tak ubah peka
Bergemingkah dewata?
Tidak, tidak, tidak…
Harajendra sudah terlelap dalam khayalan.
Warta tetaplah menjadi goresan
Dalam dekap rimba ia terjerembab.
Sangkalah ia sebuah karma
Berpegang segera dan pulang.
– Untuk apa Lelaki Tarub
Manusia penuh jalan.
Kain terbang dalam tangan
Gelap turun kencang.
– Bersatulah
+ Berlututlah
– Untuk cinta
+ Orok
Desir angin menerabas jantung
Lalu untuk apakah pena?
Abadilah kama dalam nafas
Bergumpal tanah darah satu.
Teriakkan menghempas ribuan angin
Warta baru terbit.
+ Bodoh, semata
Ayunda tak kunjung hadir.
Tertahan dalam balas nasib.
Periuk keci tertata
Nasib kecil berusaha
Waktu yang berbentang
Tak panggil ia datang.
+ Helai kain, inikah sayap?
Hey, Lelaki Tarub pandanglah!
Luka-luka yang bergegas pulang
Nir pada cerita.
Lelaki dan bulan sabit muncul kerinduan.
Dalam hitungan mega-mega pahit
Kesedihan dirangkum dalam bejana.
+ Rajutlah kesenanganmu
– Puan
+ Timang dan ajarilah moral
– Untuk inikah perpisahan
+ Bukan
– Tinggal dan berikah kain
+ Tidak karena cinta
– Pergilah
Hujan eluh di mata orok.
Dosakah ia karena tidak tahu?
Terlalu inginkah ini?
+ Lingkar waktu bukan miliknya
– Tetapi, ini
+ Masih putih?
– Adakah symbol kekuatan alam.
Adakah cinta karena….
+ Ke-a-da-an.
Yach, keadaan.
Di mana dosa menjadi pemanis
Utara menjadi selatan
Setengah lusin kembarku pergi
Aku…
– Cukup,…
Demi cipta kita kumohon
Lepaskan lagi kainmu
Dewa bijak turun, bumi bergetar
Tak ada kala mengikatnya.
Hhrr…dahh, plekencong-plekencong,
Bulan sabit di telan.
Sinar tak lagi ada, kosong.
+ Bulan
Selaksa telaga, eluh bulan mengalir
Orok dan lelaki terjerat kerinduan
Setinggi awan bumi bersaksi.
– Bawahlah ia ke ujung tanah
Bernyanyilah
Ajarilah ia menengadah
Tunjukan langit adalah kabarnya
Bulan adalah tempatnya mengeluh
Dua pasang tombak
Dewa lebih cepat bergegas.
– Aku akan berdosa
Untuknya
Angin berhembus lembut
Tangan orok mengepal
Dalam dekapan lelaki dan bulan sabit.
Perih suasana, perih keinginan.